HALLOPAPUA.COM – KPK memutuskan sanksi berat terhadap Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri.
Putusan itu diberikan karena ada empat hal yang memberatkan Firli.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyampaikan itu dalam sidang pembacaan putusan.
“Hal meringankan, tidak ada,” kata Tumpak di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC), Jakarta, Rabu 27 Desember 2023.
Baca Juga:
Gempa dengan Kekuatan Magnitudo 5,1 Guncang Kabupaten Sarmi, Papua pada Selasa Dini Hari
Sebanyak 2000 Rumah Terdampak dan 1 Jembatan Putus di Distrik Makbon dalam Banjir Kabupaten Sorong
Termasuk Merauke dan Jayapura, Sebanyak 13 Wilayah Berpotensi Dilanda Hujan dengan Intensitas Ringan
Hal memberatkan itu di antaranya Firli tidak mengakui perbuatannya.
Baca artikel lainnya di sini :Firli Bahuri akan Klarifikasi Terkait Aset yang Tak Ada di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
Kedua, Firli tidak menghadiri persidangan kode etik, tanpa alasan yang sah, meskipun telah dipanggil secara sah dan patut.
Ketiga, lanjut Tumpak, Dewas menilai Firli berusaha memperlambat jalannya persidangan.
Baca Juga:
Sebut Rusia Sebagai Teman Baik, Prabowo Subianto Ungkap Peran Rusia dalam Dukung Militer Indonesia
Gelaran Pilkada Serentak 2024, Polri Ungkap Sebanyak 8 Provinsi yang Masuk Kategori Rawan Konflik
“Keempat, sebagai Ketua dan Anggota KPK, seharusnya menjadi contoh”.
Lihat juga konten video, di sini: Akan Bangun Politeknik Unggulan di Aceh, Prabowo Subianto: Pendidikan adalah Kunci dari Semuanya
“Dalam mengimplementasikan kode etik, tetapi malah berperilaku sebaliknya,” ujarnya.
Firli dinilai melanggar etik karena bertemu mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Baca Juga:
Tindak Pidana Perdagangan Orang, 50 WNI Dikirim ke Australia untuk Dijadikan Pekerja Seks Komersial
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Maju di Pilkada Jawa Tengah 2024, Surya Paloh Dukung Penuh Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep
Padahal, SYL sedang berperkara di KPK saat pertemuan berlangsung.
Ia juga dinilai melanggar etik terkait Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).
Hal dimaksud adalah tidak melaporkan penyewaan rumah di Kertanegara, Jakarta Selatan.***