Kontroversi Tak Berujung: RUU Penyiaran Terus Diperdebatkan, Waspadai Potensi Sensor Berita Online dan Media Digital

- Pewarta

Jumat, 13 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketua Umum AJI, Sasmito. (Instagram.com @sasmitomadrim)

Ketua Umum AJI, Sasmito. (Instagram.com @sasmitomadrim)

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran kembali memicu gelombang protes keras.

Mengancam kebebasan pers dan ruang digital di Indonesia, memicu debat panas di tingkat DPR RI. Ini adalah kontroversi hukum dan kebebasan sipil paling menonjol

Protes Menggunung: Jurnalisme Investigasi Terancam Mati Suri

RUU Penyiaran kembali menjadi sorotan tajam publik Indonesia dalam tiga hari terakhir. Polemik utama bersumber dari sejumlah pasal krusial dalam draf revisi undang-undang ini.

ADVERTISEMENT

RILISPERS.COM

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pasal-pasal tersebut dinilai berpotensi kuat mengekang kebebasan pers yang telah diperjuangkan.

Ancaman juga meliputi penghambatan jurnalisme investigasi yang krusial bagi demokrasi.

Independensi media massa di Indonesia dikhawatirkan akan tergerus habis, menghambat kebebasan informasi.

Para pegiat pers dan organisasi jurnalis menyuarakan kekhawatiran mendalam. Mereka menyoroti pasal yang melarang penayangan “jurnalisme investigasi eksklusif.”

Larangan ini dianggap fundamental bertentangan dengan semangat reformasi. Fungsi kontrol media dalam mengungkap korupsi akan lumpuh total.

Penyalahgunaan kekuasaan akan semakin sulit dibongkar ke permukaan, membatasi transparansi pemerintah.

Baca Juga:

Pelaku Pasar Menyambut Positif Proyeksi IHSG dalam CSA Index Juni 2025

Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.

Dari PAUD Hingga SMK Digratiskan, Program Pendidikan Sorong Selatan Diapresiasi Gubernur Papua Barat Daya

Mengapa Jokowi Memilih Jalan Rumit dan Tidak Transparan dalam Menjawab Dugaan Ijazah Palsu

Dewan Pers telah secara terbuka menyatakan penolakan terhadap pasal tersebut. Dewan Pers menegaskan larangan ini tidak dapat diterima.

“Jurnalisme investigasi adalah jantungnya demokrasi,” ujar mantan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam sebuah pernyataan pers.

Larangan ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Undang-undang tersebut menjamin kebebasan pers tanpa intervensi.

Organisasi jurnalis seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga lantang menyuarakan penolakan. Ketua Umum AJI, Sasmito, menyatakan bahwa larangan jurnalisme investigasi merupakan bentuk kemunduran

“Ini adalah upaya sistematis untuk membungkam kritik dan menutup-nutupi kebobrokan,” tegas Sasmito di Jakarta.

Pasal ini akan mengembalikan praktik sensor yang telah lama ditinggalkan.

Pakar hukum tata negara dari berbagai universitas juga menyoroti aspek ini. Mereka berpendapat bahwa RUU ini perlu selaras dengan semangat UUD 1945.

Pembatasan hak asasi harus dilakukan secara ketat dan proporsional. Larangan jurnalisme investigasi jelas tidak memenuhi kriteria tersebut. Ini merusak fondasi negara demokrasi.

KPI Berkuasa Penuh: Tumpang Tindih Kewenangan Redaksi dan Sengketa Pers

Kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga menjadi sumber polemik besar. RUU ini memberikan KPI wewenang menangani sengketa jurnalistik penyiaran.

Ini dinilai tumpang tindih dengan peran sentral Dewan Pers sebagai lembaga otonom. Dewan Pers selama ini menjadi garda terdepan penyelesaian sengketa pers.

Fungsi Dewan Pers sangat vital dalam menjaga etika dan profesionalisme jurnalis.
Para kritikus khawatir kewenangan baru KPI akan membuka celah intervensi.

Intervensi politik terhadap isi pemberitaan dikhawatirkan akan marak terjadi. Ini akan mengikis independensi media dan merusak ekosistem pers sehat.

“Ini upaya sistematis membungkam kritik,” tegas seorang pengamat media dari Institute for Press Studies.

Kredibilitas media akan dipertaruhkan demi kepentingan tertentu, menimbulkan potensi kontrol media.

Argumentasi dari pihak pengusul RUU menyatakan bahwa KPI perlu diperkuat. Mereka berdalih bahwa KPI memiliki kapabilitas teknis penyiaran.

Namun, para jurnalis menekankan bahwa sengketa jurnalistik bersifat spesifik. Penyelesaiannya membutuhkan pemahaman mendalam tentang kode etik jurnalistik.

Kompetensi ini secara historis melekat pada Dewan Pers. Tumpang tindih kewenangan ini dapat menimbulkan kebingungan hukum.

Media bisa menghadapi dua lembaga berbeda untuk masalah yang sama. Hal ini tidak hanya inefisien tetapi juga berpotensi diskriminatif.

“Regulasi harus jelas dan tidak menimbulkan multitafsir,” kata seorang advokat hukum media. Harmonisasi regulasi adalah kunci utama.

Implikasinya adalah potensi disrupsi pada proses penyelesaian sengketa. Mediasi dan putusan yang tidak konsisten bisa terjadi.

Ini akan merugikan kedua belah pihak, baik masyarakat maupun media. Perlindungan terhadap jurnalis dan sumber informasi menjadi kabur. Etika jurnalistik bisa terancam.

Ruang Digital Terancam: Konten Kreator Bisa Dibungkam Regulasi Baru

Polemik RUU Penyiaran tidak hanya berhenti pada media massa tradisional. Kekhawatiran meluas ke ranah konten digital dan platform media sosial.

RUU ini berpotensi merambah pengaturan konten yang dibuat individu. Para konten kreator dan influencer di media sosial pun merasa terancam.

Mereka khawatir kreativitas dan kebebasan berekspresi akan dibatasi. Diskusi publik menunjukkan ketidakjelasan definisi “penyiaran” di era digital.

Implikasi hukum bagi unggahan pribadi di YouTube atau TikTok masih ambigu. Ini membuka peluang besar untuk sensor dan kriminalisasi content creator.

Inovasi dan pertumbuhan ekonomi digital dapat terhambat serius. Masa depan ekonomi kreatif Indonesia terancam suram.

Asosiasi platform digital di Indonesia menyuarakan keprihatinan mendalam. Mereka khawatir RUU ini dapat menghambat inovasi teknologi.

Pembatasan konten akan mematikan kreativitas dan startup lokal. Indonesia berisiko tertinggal dari negara lain dalam ekonomi digital.

Kebebasan berekspresi di internet menjadi perhatian utama. Contoh kasus di negara lain menunjukkan bahaya regulasi yang terlalu ketat.

Pembatasan konten di internet dapat menghambat akses informasi penting. Masyarakat akan kehilangan keragaman perspektif dan informasi.

Ini pada akhirnya merugikan hak fundamental warga negara. Hak untuk mencari dan menerima informasi.

Para netizen dan pegiat digital juga aktif menyuarakan penolakan. Kampanye daring dengan tagar tertentu ramai di media sosial.

Mereka menuntut transparansi dan pelibatan lebih luas dalam perumusan RUU.

“Internet adalah ruang bebas,” tulis seorang aktivis di Twitter. Regulasi harus mendukung, bukan membatasi, ekonomi digital.

Isi Sensitif: Potensi Multitafsir dan Pembungkaman Topik Penting

Beberapa draf RUU juga mencantumkan larangan penayangan konten sensitif.

Larangan ini meliputi perilaku seperti lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT). Juga, isu-isu yang dianggap pencemaran nama baik menjadi perhatian.

Meskipun niatnya mungkin positif untuk melindungi masyarakat, ini multitafsir. Definisi yang ambigu ini berpotensi disalahgunakan untuk sensor berlebihan.

Diskusi konstruktif mengenai isu-isu sensitif ini bisa saja terhambat. Jurnalisme yang berani mengungkap realitas sosial akan terbatasi.

Pencemaran nama baik harusnya melalui jalur hukum yang jelas dan transparan. Bukan dengan cara membatasi ruang redaksi atau kebebasan berekspresi.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah ada sebagai payung hukum, mengatur konten negatif di internet.
Pakar HAM dan organisasi masyarakat sipil mengkritik pasal ini.

Mereka berpendapat bahwa larangan seperti itu dapat melanggar hak asasi manusia. Hak untuk berekspresi dan hak untuk tidak didiskriminasi adalah fundamental.

RUU ini berpotensi mempersempit ruang dialog yang sehat di masyarakat. Ini dapat mendorong stigmatisasi terhadap kelompok tertentu.

Kasus pencemaran nama baik seringkali digunakan untuk membungkam kritik. Pasal ini bisa menjadi senjata baru bagi pihak berkuasa.

Jurnalis atau content creator bisa dengan mudah dijerat. Padahal, kritik adalah esensi dari demokrasi yang sehat. Pemerintah perlu lebih toleran terhadap perbedaan pandangan.

Debat mengenai “konten negatif” seharusnya berlandaskan pada konsensus. Definisi yang jelas dan tidak bias diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan.

Edukasi publik tentang literasi media jauh lebih efektif. Ketimbang pendekatan represif yang membatasi hak asasi. Penyensoran konten dapat menjadi bumerang.

Respon DPR dan Dalih Regulasi: Antara Niat Baik dan Kekhawatiran Publik

Komisi I DPR RI sebagai pengusul revisi RUU ini memberikan respons. Mereka berdalih RUU ini dirancang untuk beradaptasi dengan era digital. Tujuannya adalah melindungi masyarakat dari konten negatif yang merusak.

Namun, draf terakhir yang beredar sejak 27 Maret 2024 menunjukkan sebaliknya. Draf tersebut justru mengandung banyak poin kontroversial yang mengkhawatirkan.

Anggota DPR menegaskan tidak ada niat mengecilkan peran media massa. Mereka juga berjanji akan membuka partisipasi publik seluas-luasnya.

Namun, desakan pembatalan atau revisi total RUU ini terus menguat. Partisipasi publik tidak boleh hanya sekadar formalitas tanpa makna.

Suara masyarakat harus didengar demi kebaikan bersama.
Beberapa anggota DPR menyatakan bahwa RUU ini masih dalam tahap pembahasan. Mereka mengklaim bahwa masukan publik akan dipertimbangkan secara serius.

Namun, transparansi proses legislasi ini masih dipertanyakan banyak pihak. Masyarakat berharap draf RUU dapat diakses secara penuh dan mudah. Ini untuk memastikan prosesnya benar-benar partisipatif.

Komunikasi antara DPR dan masyarakat sipil perlu ditingkatkan secara drastis. Penjelasan yang komprehensif mengenai setiap pasal sangat diperlukan.

Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman dan spekulasi yang tidak perlu. RUU ini adalah ujian serius bagi komitmen DPR terhadap demokrasi. DPR perlu membuktikan bahwa mereka mendengar aspirasi rakyat.

Para ahli hukum menyarankan agar DPR belajar dari polemik UU ITE sebelumnya. Regulasi yang buru-buru dan tidak partisipatif justru menimbulkan masalah baru.

Pendekatan legislasi yang kolaboratif adalah yang paling ideal. Ini demi menghasilkan undang-undang yang relevan dan diterima semua pihak. Kebijakan publik harus inklusif.

Masa Depan Demokrasi: Analisis, Solusi, dan Aksi Nyata Lindungi Kebebasan

Polemik RUU Penyiaran ini adalah cerminan pertarungan ideologi penting di Indonesia. Ini adalah pertarungan antara kepentingan regulasi pemerintah dan hak-hak dasar warga negara, khususnya kebebasan berekspresi dan hak untuk mendapatkan informasi.

Larangan jurnalisme investigasi secara spesifik adalah langkah mundur yang sangat berbahaya.

Ini akan menciptakan masyarakat yang tidak terinformasi, rawan korupsi, dan rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Ini bukan hanya tentang media, tetapi tentang masa depan demokrasi Indonesia.

Solusi mendesak adalah mencabut pasal-pasal kontroversial yang mengancam kebebasan pers dan ruang digital.

Perlu ada dialog yang tulus dan partisipasi aktif dari Dewan Pers, organisasi jurnalis, akademisi hukum, dan masyarakat sipil.

DPR harus mendengarkan masukan dari pemangku kepentingan, bukan sekadar menjanjikan konsultasi. Revisi RUU ini harusnya memperkuat, bukan melemahkan, peran media sebagai pilar demokrasi. Ini adalah kesempatan untuk memperkuat pluralisme media.

Masyarakat harus terus mengawal proses legislasi ini dengan ketat. Dukungan terhadap gerakan kebebasan pers dan aktivisme digital sangat penting.

Jangan biarkan ruang demokrasi menyempit. Aksi nyata dapat dilakukan melalui petisi daring, diskusi publik, atau menyuarakan pendapat di media sosial.

Ini adalah panggilan untuk bertindak demi masa depan informasi yang bebas dan independen di Indonesia.***

Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Kengpo.com dan Infoesdm.com.

Simak juga berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Halloidn.com dan Teksnews.com.

Informasi nasional dari pers daerah dapat dimonitor langsumg dari portal berita Apakabarjabar.com dan Hallosurabaya.com.

Untuk mengikuti perkembangan berita nasional, bisinis dan internasional dalam bahasa Inggris, silahkan simak portal berita Indo24hours.com dan 01post.com.

Pastikan juga download aplikasi Hallo.id di Playstore (Android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik. Media Hallo.id dapat diakses melalui Google News. Terima kasih.

Kami juga melayani Jasa Siaran Pers atau publikasi press release di lebih dari 175an media, silahkan klik Persrilis.com

Sedangkan untuk publikasi press release serentak di media mainstream (media arus utama) atau Tier Pertama, silahkan klik Publikasi Media Mainstream.

Indonesia Media Circle (IMC) juga melayani kebutuhan untuk bulk order publications (ribuan link publikasi press release) untuk manajemen reputasi: kampanye, pemulihan nama baik, atau kepentingan lainnya.

Untuk informasi, dapat menghubungi WhatsApp Center Pusat Siaran Pers Indonesia (PSPI): 085315557788, 087815557788.

Dapatkan beragam berita dan informasi terkini dari berbagai portal berita melalui saluran WhatsApp Sapulangit Media Center

Berita Terkait

Inilah 5 Manfaat Publikasi Press Release bagi Anggota DPRD, Salah Satunya Tingkatkan Citra dan Kredibilitas
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi Tanggapi Terkait Soal Isu Reshuffle Kabinet Merah Putih
Politisi PDIP Tanggapi Soal Wacana Pendirian Pangkalan Militer Pihak Asing di Wilayah Indonesia
Daftar Lengkap 100+ Calon Menteri, Wakil Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan Prabowo Subianto
Tanggapan Jokowi Soal Sejumlah Menterinya Ditunjuk Kembali oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto
Gelaran Pilkada Serentak 2024, Polri Ungkap Sebanyak 8 Provinsi yang Masuk Kategori Rawan Konflik
Maju di Pilkada Jawa Tengah 2024, Surya Paloh Dukung Penuh Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep
Dari Sumut hingga Papua Barat Daya, Inilah Daftar 10 Pasangan Cagub – Cawagub yang Diputtuskan Golkar

Berita Terkait

Jumat, 13 Juni 2025 - 07:23 WIB

Kontroversi Tak Berujung: RUU Penyiaran Terus Diperdebatkan, Waspadai Potensi Sensor Berita Online dan Media Digital

Sabtu, 26 April 2025 - 15:27 WIB

Inilah 5 Manfaat Publikasi Press Release bagi Anggota DPRD, Salah Satunya Tingkatkan Citra dan Kredibilitas

Sabtu, 19 April 2025 - 06:36 WIB

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi Tanggapi Terkait Soal Isu Reshuffle Kabinet Merah Putih

Rabu, 16 April 2025 - 08:57 WIB

Politisi PDIP Tanggapi Soal Wacana Pendirian Pangkalan Militer Pihak Asing di Wilayah Indonesia

Kamis, 17 Oktober 2024 - 11:16 WIB

Daftar Lengkap 100+ Calon Menteri, Wakil Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan Prabowo Subianto

Berita Terbaru

Mantan Gubernur Papua yang juga tersangka korupsi, Lukas Enembe. (X.com @LukasEnembe)

Nasional

KPK Buru Jet Pribadi Papua, tapi Lokasi Masih Disembunyikan

Selasa, 17 Jun 2025 - 17:32 WIB

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. (Dok. Kpk.go.id)

Nasional

Skandal 19 Koper: Uang Tunai Beli Jet Eks Pejabat Papua

Selasa, 17 Jun 2025 - 07:18 WIB