HALLOPAPUA.COM — Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka menjawab tegas pertanyaan dari Cawapres nomor urut 1 Mahfud MD.
Hal itu terkait pajak dalam Debat kedua cawapres yang diselenggarakan di JCC, Jumat (22/12/2023).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pada segmen itu, Mahfud MD bertanya perihal bagaimana strategi Gibran untuk menaikkan rasio pajak sebesar 23%.
Menurut Mahfud, kebijakan ini tak efektif karena orang yang mengambil insentif pajak saja tak banyak.
Gibran kemudian menjelaskan beda menaikkan rasio pajak dan menaikkan penerimaan pajak.
“Itu beda, bagaimana caranya menaikkan penerimaan pajak atau menaikkan rasio pajak?”.
Baca Juga:
Proyek Rp30 Miliar KPP Pratama Sorong Terhenti, Nasibnya Belum Jelas
Komunikasi Visual Perusahaan Bertransformasi Lewat Galeri Foto Pers
Pemuda Papua Barat Daya Tegaskan Dukungan Visi Misi Kepala Daerah
“Saya sudah bilang di segmen sebelumnya, kita akan membentuk Badan Penerimaan Pajak dikomandoi langsung oleh presiden”.
“Sehingga memudahkan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait,” ujar Gibran.
Ia pun menganalogikan bahwa pasangan Prabowo dan Gibran tidak ingin berkebun di situ-situ saja dengan melakukan ekstensifikasi.
“Kita akan memperluas kebun, kita tanami, kita buka dunia,” sebut Gibran. Saat ini, penduduk Indonesia yang memiliki NPWP baru 30% saja dari 275 juta penduduk Indonesia.
Baca Juga:
Pengukuhan Paskibraka Sorong 2025: 30 Pelajar Siap Kibarkan Semangat Nasionalisme
Prabowo Targetkan APBN Nol Defisit 2028 Lewat Efisiensi dan Inovasi Fiskal
Polri dan Bulog Luncurkan Gerakan Pangan Murah, 100 Ton Beras Terjual Di Papua Barat Daya
“Tapi pajak [yang] tak memberatkan. Pengusaha dengan omzet Rp 500 juta pajaknya 0%, utang KUR Rp 200 juta tidak ada agunan,” kata Gibran.
“Kita ini tidak ingin berburu di dalam kebun binatang, kita ingin perluas kebun binatangnya, kita tanami binatangnya, kita gemukkan, artinya apa?”.
“Kita lakukan intensifikasi, saya tau, pasti pada negthink (negative thinking), yang dibawah omset 500 juta pajaknya nol”.
“Pengen modal 200jt KUR (Kredit Usaha Rakyat) tanpa agunan, nggak ada yang memberatkan Pak.”
Besarnya dominasi pajak dalam penerimaan negara memang tidak sebanding dengan rasio pajak.
Rasio pajak Indonesia masih rendah, tak seimbang dengan produk domestik bruto (PDB) yang trennya meningkat.
Baca Juga:
Manfaat dan Risiko Press Release Berbayar dalam Strategi Komunikasi Korporat
Gubernur Papua Barat Daya Lepas Karnaval Budaya Sambut HUT RI ke-80 dengan Semangat Kebersamaan
Rasio pajak terhadap PDB adalah perbandingan antara penerimaan pajak secara kolektif dan PDB pada periode yang sama.
Hitungan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) rasio pajak Indonesia di level 10,1%.
“Kita akan bentuk Badan Penerimaan Pajak dikomandoi langsung Presiden, sehingga akan memudahkan koordinasi”.
“Dengan Kementerian-Kementerian lain dan fokus pada penerimaan saja tidak pada pengeluaran,” jelas Gibran.
Di antara negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN). Berdasarkan hitungan OECD, Indonesia sejajar dengan Laos dengan rasio pajak 10,1%.
Di kawasan yang sama, rasio pajak tinggi adalah Kamboja sebesar 20,2%, Vietnam 15,8%, Thailand 15,5% dan Filipina 15 persen.***